Denganadanya Penyebaran agama Islam di Indonesia, kerajaan maupun kesultanan bercorak Islam mulai bermunculan, mulai dari wilayah Indonesia bagian barat hingga timur. Kehadiran kerajaan maupun kesultanan ini, semakin memperkuat misi dakwah Islam. Saluran Penyebaran Agama Islam di Indonesia Berdasarkan runtut sejarah yang masih ada dan berlaku.
Kerajaan Islam di Indonesia Nusantara dan Sejarahnya – Menurut berbagai sumber sejarah, agama Islam masuk pertama kalinya ke nusantara sekitar abad ke 6 Masehi. Saat kerajaan-kerajaan Islam masuk ke tanah air pada abad ke 13, berbagai kerajaan Hindu Budha juga telah mengakhiri masa kejayaannya. Kerajaan Islam di Indonesia yang berkembang saat itu turut menjadi bagian terbentuknya berbagai kebudayaan di Indonesia. Kemudian, salah satu faktor yang menjadikan kerajaan-kerajaan Islam makin berjaya beberapa abad yang lalu ialah karena dipengaruhi oleh adanya jalur perdagangan yang berasal dari Timur Tengah, India, dan negara lainnya. Sejarah Kerajaan Islam di Indonesia NusantaraKerajaan Islam Pertama di IndonesiaKerajaan Islam di Jawa1. Kerajaan Demak2. Kerajaan Banten3. Kesultanan CirebonKerajaan Islam di Maluku1. Kerajaan Jailolo2. Kerajaan Ternate3. Kerajaan Tidore4. Kerajaan BacanKerajaan Islam di Sulawesi1. Kesultanan Buton2. Kesultanan Banggai1. Kerajaan Gowa Tallo2. Kerajaan Bone3. Kerajaan KonaweKerajaan Islam di Nusa Tenggara Barat & Timur1. Kesultanan Bima2. Kesultanan Sumbawa3. Kerajaan DompuKerajaan Islam di Kalimantan1. Kerajaan Selimbau2. Kerajaan Mempawah3. Kerajaan Tanjungpura4. Kerajaan Landak5. Kerajaan Tayan6. Kesultanan PaserBuku Terkait Kerajaan Islam di Indonesia NusantaraSejarah Islam di JawaGenealogi Kerajaan Islam Di JawaJejak Islam Dalam Kebudayaan JawaRekomendasi Buku & Artikel Terkait Kerajaan Islam di IndonesiaBuku Terkait Kerajaan IndonesiaMateri Terkait Kerajaan Indonesia Semakin berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia sekitar abad ke 13 juga didukung oleh faktor lalu lintas perdagangan laut nusantara saat itu. Banyak pedagang-pedagang Islam dari berbagai penjuru dunia seperti dari Arab, Persia, India hingga Tiongkok masuk ke nusantara. Para pedagang-pedagang Islam ini pun akhirnya berbaur dengan masyarakat Indonesia. Semakin tersebarnya agama Islam di tanah air melalui perdagangan ini pun turut membawa banyak perubahan dari sisi budaya hingga sisi pemerintahan nusantara saat itu. Munculnya berbagai kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang tersebar di nusantara menjadi pertanda awal terjadinya perubahan sistem pemerintahan dan budaya di Indonesia. Keterlibatan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia juga turut berperan dalam tersebarnya agama Islam hingga ke seluruh penjuru tanah air. Dalam memahami sejarah dari kerajaan Islam yang ada di Nusantara, kamu dapat membaca buku Mengenal Kerajaan Islam Nusantara yang ada di bawah ini, karena berisi pengenalan tentang berbagai kerajaan Islam di Nusantara pada zamannya. Kerajaan Islam Pertama di Indonesia Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang berlokasi di Aceh Beberapa kerajaan Islam tertua di tanah air yang menjadi bukti jejak peninggalan Islam dan masih bisa disaksikan hingga hari ini di antaranya ialah Kerajaan Perlak 840-1292, Kerajaan Ternate 1257, Kerajaan Samudera Pasai 1267-1521, Kerajaan Gowa 1300-1945, Kesultanan Malaka 1405-1511, Kerajaan Islam Cirebon 1430-1677, Kerajaan Demak 1478-1554, Kerajaan Islam Banten 1526-1813, Kerajaan Pajang 1568-1586, dan Kerajaan Mataram Islam 1588-1680. Sebagai kerajaan Islam pertama, Kesutanan Samudra Pasai seringkali dikagumi oleh berbagai orang. Salah satunya adalah penjelajah dunia asal Italia Marco Polo yang dapat kamu baca pada buku Mneyusuri Kota Jejak Kejayaan Islam. Kerajaan Islam di Jawa 1. Kerajaan Demak Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama yang terdapat di pulau Jawa. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah di tahun 1478. Kerajaan Demak berkembang sebagai pusat perdagangan sekaligus pusat penyebaran agama Islam kala itu. Penyebaran Islam saat itu sangat dipengaruh oleh jasa para wali baik di pulau Jawa maupun yang berada di luar pulau Jawa seperti Maluku hingga ke wilayah Kalimantan Timur. Di masa pemerintahan Raden Patah, kerajaan Demak mendirikan masjid yang kala itu juga dibantu oleh para wali ataupun sunan. Kemudian, kebudayaan yang berkembang di kerajaan Demak juga mendapat dukungan dari para wali terutama dari Sunan Kalijaga. Kehidupan masyarakat di sekitaran Kerajaan Demak juga telah diatur oleh aturan-aturan Islam tapi tetap tak meninggalkan tradisi lama mereka. Pada masa kerajaan Islam di Jawa, terjadinya transformasi politik serta religius dari kerajaan Hindu-Buddha menuju kerajaan Islam di Jawa dan hal ini dapat kamu baca pada buku Genealogi Kerajaan Islam Di Jawa oleh P. Mardiyono yang ada di bawah ini. 2. Kerajaan Banten Kerajaan Islam di Indonesia berikutnya adalah Banten yang berada di ujung pulau Jawa yaitu daerah Banten. Tanda penyebaran Islam di wilayah ini bermula ketika Fatahillah merebut Banten dan mulai melakukan penyebaran Islam. Islam tersebar dengan baik saat itu karena dipengaruhi oleh banyaknya pedagang-pedagang asing seperti dari Gujarat, Persia, Turki, dan lain sebagainya. Masjid Agung Banten menjadi salah satu hasil peninggalan Islam yang dibangun sekitar abad ke 16 Masehi. 3. Kesultanan Cirebon Kesultanan Cirebon masuk sebagai kesultanan Islam ternama di wilayah Jawa Barat sekitar abad ke 15 dan 16 masehi. Wilayah Cirebon juga masuk dalam area strategis jalur perdagangan antar pulau. Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Sebelum mendirikan kerajaan Cirebon, Sunan Gunung Jati menyebarkan Islam terlebih dahulu di Tanah Pasundan. Beliau juga berkelana ke Mekkah dan Pasai. Sunan Gunung Jati juga berhasil menghapus kekuasaan kerajaan Padjajaran yang saat itu masih bercorak Hindu. Kerajaan Islam di Maluku 1. Kerajaan Jailolo Kerajaan Jailolo terletak di bagian pesisir utara pulau Seram dan sebagian Halmahera. Kerajaan ini termasuk ke dalam kerajaan tertua di wilayah Maluku. Menurut sejarah kerajaan Jailolo berdiri sejak tahun 1321 dan mulai masuk Islam setelah kedatangan mubaligh dari Malaka. 2. Kerajaan Ternate Menurut sejarah kerajaan Ternate telah berdiri sekitar abad ke 13 Masehi. Kerajaan ini berada di Maluku Utara dan beribukotakan di Simpalu. Penyebaran Islam di kerajaan Ternate dipengaruhi oleh ulama-ulama dari Jawa, Arab dan Melayu. Kemudian, kerajaan ini pun resmi memeluk Islam setelah raja Zainal Abidin belajar tentang Islam dari Sunan Giri pada tahun 1486 Masehi. Sebagai pusat perdagangan rempah-rempah, maka banyak pedagang dari berbagai penjuru dunia yang singgah di wilayah Ternate. 3. Kerajaan Tidore Kerajaan ini terletak di sebagian pulau Halmahera dan sebagian lagi di pulau Seram. Kerajaan Tidore memeluk Islam sekitar abad ke 15 Masehi. Cirali Lijitu merupakan sultan Tidore yang pertama kali memeluk agama Islam dan memiliki gelar Sultan Jamaludin. Sultan Jamaludin memeluk Islam berkat seorang mubaligh bernama Syekh Mansyur. Kerajaan ini sendiri terkenal karena ekonomi perdagangan di sektor rempah-rempah. Menurut sumber sejarah, kerajaan Tidore kala itu memiliki persekutuan yang disebut dengan Ulisiwa yang terdiri atas wilayah Halmahera, Makyan, Kai, Jailolo serta pulau-pulau lainnya di wilayah sebelah timur Maluku. 4. Kerajaan Bacan Kekuasaan kerajaan Bacan telah meliputi seluruh kepulauan Bacan, Obi, Waigeo, Solawati hingga di wilayah Irian Barat. Penyebaran agama Islam di kerajaan Bacan ini sendiri bermula ketika seorang Mubalig dari kerajaan Islam Maluku lainnya datang dan mulai menyebarkan Islam. Adapun raja pertama dari kerajaan Bacan ini bernama Zainal Abidin. Ketika memimpin Kerajaan Bacan, Zainal Abidin pun mulai menerapkan ajaran dan aturan-aturan Islam di wilayah Kerajaan Bacan. Kerajaan Islam di Sulawesi 1. Kesultanan Buton Kerajaan Kesultanan Buton merupakan kerajaan Islam yang terletak di Sulawesi Tenggara. Menurut sejarah, kerajaan ini telah lama berdiri bahkan sebelum agama Islam masuk ke wilayah Sulawesi. Kerajaan ini muncul pada awal ke 14 Masehi. Kerajaan Kesultanan Buton ini sendiri awalnya memiliki corak agama Hindu Budha, akan tetapi seiring semakin berkembangnya agama Islam di wilayah Sulawesi, kerajaan ini pun kemudian berubah menjadi kerajaan bercorak Islam. Kerajaan Buton menguasai banyak wilayah di kepulauan Buton termasuk di kawasan perairannya. Nama Buton memang sudah terkenal sejak zaman Majapahit. Bahkan dalam kitab Negarakertagama dan dalam Sumpah Palapa dari Gajah Mada, nama Buton sering sekali disebutkan. Hingga hari ini Kesultanan Buton tetap masih ada dan menjadi tempat yang sering dikunjungi oleh banyak pelancong. 2. Kesultanan Banggai Kerajaan Islam di wilayah Sulawesi selanjutnya ialah kerajaan Banggai. Kerajaan Banggai ini terletak di wilayah Semenanjung Timur pulau Sulawesi dan Kepulauan Banggai. Kesultanan Banggai telah lama berdiri yaitu sekitar abad ke 16 Masehi. Hingga hari, Kerajaan Banggai masih tetap eksis dan selalu didatangi banyak pengunjung. Sebenarnya, Kerajaan ini juga pernah mengalami masa-masa keterpurukan akibat kalah dari kerajaan Majapahit. Namun, setelah keruntuhan kerajaan Majapahit, Kerajaan Banggai kembali bangkit dan menjadi kerajaan independen kembali serta telah bercorak Islam. 1. Kerajaan Gowa Tallo Sesuai namanya, Kerajaan Gowa Tallo sebenarnya memang terdiri atas dua kerajaan yang menjalin persatuan atau persekutuan. Persatuan dua kerajaan besar di wilayah Sulawesi ini kemudian memberikan dampak yang begitu besar. Kerajaan Gowa sendiri menguasai wilayah dataran tinggi, adapun untuk wilayah Tallo menguasai daratan pesisir. Pengaruh yang cukup kuat menjadikan dua persekutuan kerajaan ini sebagai kerajaan yang sangat berpengaruh pada jalur perdagangan di wilayah timur tanah air. Sejarah juga menyebutkan jika kerajaan Gowa Tallo ini telah berdiri sejak sebelum Islam masuk ke wilayah Sulawesi atau lebih tepatnya sekitar tahun 13 Masehi. Kerajaan ini akhirnya bergabung menjadi bagian dari NKRI pada tahun 1946 dengan Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin sebagai raja terakhirnya. 2. Kerajaan Bone Bila dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan Islam lainnya di wilayah Sulawesi, kerajaan Bone termasuk kerajaan yang cukup kecil. Karena posisinya sebagai kerajaan kecil maka saat itu kerajaan Bone sangat dipengaruhi oleh Kerajaan Gowa dan Tallo. Kekuatan kerajaan Gowa Tallo memang sangat besar pada setiap kerajaan-kerajaan kecil kala itu. Oleh sebab itu, karena pengaruh dari kerajaan Gowa Tallo ini maka kerajaan Bone pun akhirnya menjadikan kerajaannya sebagai kerajaan yang bercorak Islam. Agama Islam ini sendiri masuk ke kerajaan Bone pada masa pemerintahan Raja Bone XI atau sekitar tahun 1611 Masehi. Setelah itu, agama Islam pun makin tersebar karena dapat diterima dengan baik oleh masyarakat di wilayah kekuasaan kerajaan Bone. 3. Kerajaan Konawe Kerajaan Konawe berada di wilayah Sulawesi Tenggara. Sebelum bercorak Islam, kerajaan ini awal mulanya merupakan kerajaan bercorak Hindu. Akan tetapi, seiring berkembangnya agama Islam di Konawe, sekitar tahun 18 Masehi, kerajaan Konawe pun secara perlahan mulai mengalami perubahan sistem pemerintahan dan pada akhirnya juga masuk menjadi bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beberapa kerajaan yang telah disebutkan di atas merupakan sejumlah kerajaan Islam yang paling Berjaya di wilayah Sulawesi di masa lalu. Meskipun beberapa di antaranya ada yang telah runtuh akan tetapi beberapa kerajaan juga telah menjadi peninggalan budaya yang patut untuk tetap dijaga. Sejumlah kerajaan Islam di wilayah Sulawesi ini menjadi bukti yang kuat bahwa pengaruh Islam di Sulawesi memang sangat berkembang dengan pesat. Ketika beberapa kerajaan masih memegang corak Hindu Budha, secara pelan tapi pasti, penyebaran agama Islam di Sulawesi mengambil alih corak Hindu Budha menjadi kerajaan yang bercorak Islam. Kerajaan Islam di Nusa Tenggara Barat & Timur 1. Kesultanan Bima Kesultanan ini didirikan pada tanggal 7 Februari 1621 Masehi. Masuknya Islam di kerajaan Bima diawali ketika pada tahun 1540 Masehi para mubalig dan pedagang dari Kesultanan Demak datang dan menyebarkan Islam. Penyebaran Islam terus berlanjut dan diteruskan oleh Sultan Alauddin sekitar tahun 1619. Beliau mengirimkan para mubalig dari Kesultanan Luwu, Kerajaan Tallo dan Kerajaan Bone. 2. Kesultanan Sumbawa Menurut Zolinger, sebelum masuk ke pulau Lombok, Islam terlebih dahulu masuk ke pulau Sumbawa yaitu sekitar tahun 1450-1540. Ajaran Islam dibawa langsung oleh para pedagang Islam dari Jawa dan Sumatera. Runtuhnya kekuasaan Majapahit menjadikan banyak kerajaan kecil di wilayah pulau Sumbawa menjadi merdeka. Kondisi semakin memudahkan masuknya agama Islam di lingkungan kesultanan Sumbawa. Sekitar tahun 16 Masehi, Sunan Prapen yang merupakan keturunan Sunan Giri masuk ke pulau Sumbawa dan menyebarkan Islam ke kerajaan-kerajaan bercorak Hindu. 3. Kerajaan Dompu Kerajaan Dompu terletak di wilayah Kabupaten Dompu saat ini. Kerajaan ini berada di wilayah Kabupaten Bima dan Kabupaten Sumbawa. Mayoritas penduduk setempat kini telah memeluk agama Islam dengan tradisi dan budaya Islam. Keturunan raja atau dikenal dengan istilah Bangsawan Dompu hingga kini masih tetap ada. Mereka sering dipanggil dengan sebutan Ruma ataupun Dae. Istana Dompu yang menjadi simbol kekuasaan zaman dahulu kala kini telah diubah menjadi Masjid Raya Dompu. Kerajaan Islam di Kalimantan 1. Kerajaan Selimbau Kerajaan Islam pertama di wilayah Kalimantan ialah Kerajaan Selimbau. Kerajaan ini terletak di wilayah kecamatan Selimbau, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Sebelum memeluk Islam, kerajaan Selimbau menjadi kerajaan Hindu tertua di Kalimantan Barat. Selama bertahun-tahun, Kerajaan Selimbau diperintah dengan garis turun temurun yang berjumlah 25 generasi. Mulai dari raja-raja yang beragama Hindu hingga sampai pada masa pemerintahan Kerajaan bercorak Islam. 2. Kerajaan Mempawah Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam yang berlokasi sekitar wilayah Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Nama Mempawah ini sendiri diambil dari istilah Mempauh yang berarti nama pohon yang tumbuh di hulu sungai yang kemudian dikenal dengan sebutan Sungai Mempawah. Di masa perkembangannya, pemerintahaan kerajaan dibagi menjadi dua periode yang pertama ialah masa kerajaan Suku Dayak yang bercorak Hindu lalu masa Kesultanan yang bercorak Islam. 3. Kerajaan Tanjungpura Salah satu kerajaan tertua di Kalimantan Barat ialah Kerajaan Tanjungpura atau sering juga disebut dengan Tanjompura. Kerajaan ini telah mengalami beberapa kali perpindahan ibu kota kerajaan. Awalnya ibu kota kerajaan terletak di Negeri Baru atau di Kabupaten Ketapang saat ini, setelah itu berpindah lagi ke wilayah Sukadana yang menjadi Kabupaten Kayong Utara. Kemudian, di abad ke 15 Masehi berubah nama menjadi Kerajaan Matan ketika Rajanya Sorgi atau Giri Kesuma masuk Islam. 4. Kerajaan Landak Kerajaan Landak atau dikenal juga dengan Kerajaan Ismahayana landak ialah sebuah kerajaan yang berada di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Kerajaan Landak ini sendiri memiliki kronik sejarah yang cukup panjang. Beberapa sumber tertulis mengenai kerajaan ini memang cukup terbatas. Namun, berbagai bukti arkeologis berupa bangunan istana kerajaan atau keraton hingga berbagai atribut-atribut kerajaan yang masih bisa dilihat hingga saat ini menjadi bukti eksisnya kerajaan ini. Menurut sejarah kerajaan Landak ini juga terbagi menjadi dua fase yang bertema ialah masa kerajaan bercorak Hindu dan kemudian menjadi kerajaan bercorak Islam yang telah dimulai sekitar tahun 1257 M. 5. Kerajaan Tayan Kerajaan Islam ini terletak di kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Tayan, Provinsi Kapuas Raya. Pendiri dari kerajaan Tayan ialah Putra Brawijaya yang berasal dari Kerajaan Majapahit. Beliau bernama Gusti Likar atau sering juga disebut dengan Lekar. Gusti Lekar ini sendiri merupakan anak kedua dari Panembahan Dikiri yang merupakan Raja Matan. Anak pertama dari Panembahan Dikiri bernama Duli Maulana Sultan Muhammad Syarifuidin yang kemudian menggantikan ayahnya sebagai Raja Matan. Sultan Muhammad Syarifudin ini sendiri merupakan Raja pertama yang masuk Islam berkat jasa tuan Syech Syamsuddin. Beliau kemudian mendapatkan hadiah berupa sebuah Qur’an kecil serta sebentuk cincin bermata jamrud merah yang didapatkan langsung dari Raja Mekkah. 6. Kesultanan Paser Sebelumnya Kesultanan Paser disebut sebagai Kerajaan Sadurangas yang merupakan sebuah kerajaan yang berdiri sekitar tahun 1516. Saat itu kerajaan dipimpin oleh seorang Ratu yang bernama Putri Di Dalam Petung. Sebelum Ratu menikah dengan Abu Mansyur Indra Jaya, Putri Petong masih menganut ajaran animisme atau kepercayaan menyembah roh-roh halus. Lewat jalur perkawinan antara Ratu Petong dan Abu Mansyur Indra Jaya, Kesultanan Panser mulai memeluk Islam. Selain itu, jalur perdagangan yang berasal dari berbagai pedagang muslim juga berperan besar tersiarnya agama Islam di Kesultanan Paser. Buku Terkait Kerajaan Islam di Indonesia Nusantara Sejarah Islam di Jawa Tidak mudah mengkaji sejarah Islam, khususnya di Tanah Jawa, sebab terbatasnya data-data tentang kapan dan bagaimana Islam datang dan berkembang di Jawa. Narasi yang dipahami hingga saat ini bahwa Islam masuk ke Jawa dibawa oleh para pedagang muslim sekaligus pendakwah dan kemudian dikembangkan lebih kreatif oleh para wali, khususnya Walisongo. Tetapi, apakah narasi itu sudah cukup menjelaskan tentang sejarah Islam di Jawa? Para sejarahwan berbeda pendapat. Berbagai hasil riset mereka sudah dibukukan berdasarkan perspektif serta fokus kajian yang berbeda-beda sehingga menghadirkan kebergaman pemahaman. Banyaknya publikasi buku-buku sejarah Islam di Jawa, termasuk buku ini, tentu dapat memperkaya khazanah pemahaman kita tentang bagaimana Islam di Tanah Jawa. Namun, buku ini menjelaskan tiga hal pokok, yaitu awal mula kedatangan Islam, para penyebar Islam dan strategi penyebaran Islam di Tanah Jawa. Keunggulan buku ini adalah pada penjelasan kondisi sosial masyarakatJawa, asal-usul orang Jawa, serta keadaan Jawa pra-Hindu-Budha. Dengan demikian, kajian buku ini lebih komprehensif dari buku lainnya. Genealogi Kerajaan Islam Di Jawa Buku ini menyajikan sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa dari masa Hindu-Buddha hingga peralihan ke masa Islam. Titik fokus yang diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimana terjadinya transformasi politik dan religius dari kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha menuju kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Dengan gaya bahasa yang populer, buku ini bermaksud memberikan penjelasan ringan dan mudah dipahami tentang peralihan peradaban di Jawa pada masa lalu. Jejak Islam Dalam Kebudayaan Jawa Agama dan budaya adalah pengikat kuat bagi masyarakat agar selalu terhubungan dengan nilai luhur, dengan nilai sosial, dan dengan kehangatan masa lalu. Di saat perubahan terjadi secara cepat, agama, dan budaya menyediakan ruang untuk membangun kohesivitas sosial dan sarana untuk mencapai ketenangan rohani. Peran Islam dalam budaya Jawa tidak bisa diabaikan untuk pembangunan masyarakat dan kebudayaannya. Buku ini muncul sebagai upaya untuk melihat jejak Islam dalam kebudayaan Jawa. Islam di Jawa tumbuh berkembang dengan pesat dan menjadi satu anyaman yang kuat dan menguatkan dengan nilai sosial yang ada di masyarakat. Buku ini ditujukan untuk memberikan gambaran mengenai eksistensi nilai Islam dalam kebudayaan Jawa dan bagaimana cipta, karsa, dan karya manusia Jawa dilihat kembali sebagai khazanah untuk menggali kearifan lokal, seraya tetap mendorong pembangunan manusia yang unggul dan berdaya saing, sehingga pembaca bisa menapaki kembali kekayaan khazanah nilai luhur agama dalam kebudayaan Jawa. Rekomendasi Buku & Artikel Terkait Kerajaan Islam di Indonesia ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien Hukumyang diterapkan pada masa kerajaan Islam di Nusantara beradaptasi dengan budaya setempat. "Justru hukum adat Nusantara itu yang jauh lebih kejam dari hukum Islam," ungkapnya. Lebih jauh, Ayang mengatakan, hukum Islam hanya diberlakukan untuk politik pencitraan oleh penguasa.
Konsep Kekuasaan Pada Kerajaan Islam di Indonesia – Bagaimanakah Konsep Kekuasaan Pada Kerajaan-Kerajaan Bercorak Islam Di Indonesia ? Itulah pertanyaan yang akan kita bahas pada tulisan ini. Pada abad XIII M, XIV M, XV M, dan XVI M, di beberapa daerah Indonesia muncul dan berkembang kerajaan-kerajaan bercorak Islam. sebagian ada yang wilayahnya mirip dengan negara kota citi state atau polis, sebagian lagi dapat berkembang menjadi kerajaan besar. Pada umumnya pusat pemerintahannya di daerah pesisir kecuali Pajang dan Mataram. Sumber utama pendapatan kerajaan pesisir adalah dari kegiatan perdagangan dan pelayaran. Contohnya adalah Samudera Pasai, malaka, Lamuri, Siak, Banten, Cirebon, Demak, Gersik, Banjar, Gowa, Tidore dan lain-lain. Konsep Kekuasaan Pada Kerajaan Bercorak Islam Dalam pandangan sebagian masyarakat, raja dipandang sebagai wakil Tuhan di dunia. Patuh dan taat kepada raja disamakan dengan patuh kepada Tuhan. Dilihat dari prinsip kekuasaan yang menjadi dasar kedudukan raja, terdapat kerajaan dengan sistem tribalisme dan patrimonialisme, dan sistem despotisme. Sistem yang pertama Tribalisme dan patrimonialisme berintikan hubungan patrionclient antara raja dengan rakyat, sedangkan sistem yang kedua depotisme terjadi karena format kerajaan sudah menjadi lebih besar dengan birokrasi yang kompleks, dan kekuasaan terpusat pada raja. Dari beberapa sumber serat, kita dapat mengetahui bahwa pribadi raja bersifat sakral keramat dan penuh kharisma. Menurut kitab Niti Sastra Zaman Mataram, raja adalah unsur mutlak untuk menjamin ketertiban dalam suatu masyarakat. kedudukan raja berada di atas hukum. Dalam Niti Praja, diumpamakan bahwa raja adalah dalang sedangkan rakyat merupakan wayangnya, raja berkuasa penuh terhadap rakyatnya. Hal ini cocok dengan ajaran Wulung Reh, bahwa raja menguasai sandang pangan dan hidup matinya rakyat. kedudukan raja telah dikehendaki Tuhan untuk berkuasa di seluruh wilayah negaranya. mengabaikan perintah raja berarti mengabaikan perintah Tuhan. Dalam Serat Sewaka disebutkan bahwa sesuatu dari raja perlu diterima sebagai restu. bahkan dalam Serat Surya Ngalam dinyatakan bahwa tampil di hadapan raja tanpa ada panggilan terlebih dahulu dapat dihukum mati. Raja berkewajiban menegakkan keadilan dan memperhatikan kepentingan rakyatnya. Konsep Jawa tentang raja termasuk dalam Serat Manu. Dinyatakan bahwa raja adalah makhluk yang lebih tinggi dari pada rakyat, bahkan dianggap sebagai dewa berwujud manusia. Kehendaknya menciptakan adat dan hukum sabda pandita ratu, namun bila dia melalaikan kewajibannya maka namanya akan jatuh dan dapat diturunkan dari takhta. Salah satu unsur penting dari sebuah kerajaan yang masih berakar ialah wahyu atau pulung ada yang menyebut ndaru, yang dibayangkan sebagai segumpal sinar yang turun kepada seseorang. Penerima pulung mendapat legitimasi untuk menjadi penguasa dan pemimpin. Otoritasnya bersifat kharismatik. Selama pulung berada di keraton, raja berhak tetap memerintah dan duduk di atas singgasana kerajaan. Konsep Kekuasaan Pada Kerajaan Islam dimana kekuasaan raja sering bersumber pada asal keturunan, karena itu silsilah raja berfungsi sebagai dasar legitimasinya. Raja-raja Mataram membuat silsilah dengan meruntut ke belakang sampai kepada Majapahit, berlanjut ke zaman pewayangan mahabrata dan ramayana yang bersifat mistis, terus ke zaman para nabi. Bahkan sampai sekarang pun di kalangan masyarakat Jawa Tradisional masih kuat kepercayaannya bahwa setiap Raja Mataram mempunyai hubungan spiritual dengan penguasa Laut Selatan, yaitu Nyi Roro Kidul. Dalam kronik Banjarmasin dan Kronik Kutai, raja-rajanya juga menarik garis belakang sampai Majapahit. beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Demak, Banten, dan Cirebon melacak genealogi rajanya kepada para wali, sebagai upaya memperoleh kharisma baru. Sementara itu, di kalangan raja-raja, dalam menarik garis genealogis mereka menghubungkan dirinya dengan negeri Arab sebagai asal nenek moyangnya. Di daerah Sulawesi Selatan, genealogi kerajaan-kerajaan Gowa, Bone, Ternate, dan Soppeng dihubungkan kembali kepada raja pertama yang turun dari langit sebagai Tomenurung dan oleh rakyat diangkat sebagai rajanya. Sejak islamisasi para raja tidak hanya memakai gelar sultan contohnya Sultan Malik as Saleh, tetapi juga mengangkat dirinya sebagai khalifah pemimpin pemerintah dan agama. Untuk Yogyakarta dan Surakarta gelar tersebut masih ditambah dengan panatagama penata dan pengatur kehidupan beragama. Contohnya Raden Mas Rangsang di Mataram bergelar prabu Pandita Anyakrakusuma, dan kemudian berubah menjadi Sultan Agung Senopati Ingalga Ngabdurahman Sayidin Panatagama. nama gelar raja-raja di Yogyakarta dan Surakarta juga mengandung makna kebesaran, seperti Hamengkubuwono, Paku Alam, Pakubuwono, dan Mangkunegoro. Raja-raja Melayu sering memakai gelar syah, seperti gelar rasa Persia. gelar sunan yang pada awalnya dipakai para wali, kemudian disandang juga oleh raja-raja Mataram Surakarta, Palembang, dan Kutai. Sedang di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Ternate, Sumbawa, dan Banten, gelar raja-rajanya adalah sultan. Beberapa di antara mereka menambahnya dengan khalifatullah, misalnya Sultan Tidore dan Kutai. Selain itu, juga timbul tradisi memakai gelar dan nama Arab. Semuanya ini bertujuan untuk menambah kewibawaan sultan di mata rakyatnya. Dengan gelar tersebut, para raja di kerajaan-kerajaan bercorak Islam di Indonesia memandang dirinya sebagai pemegang kekuasaan duniawi dan rohani. Sebagai lambang kebesaran dan kekuasaannya, para raja memiliki sejumlah benda pusaka yang dianggap keramat. Pusaka dan Konsep Kekuasaan Pada Kerajaan Islam Pusaka dianggap memiliki kekuatan magis yang dapat mempengaruhi lingkungannya, mengembalikan keseimbangan alam dengan menangkal berbagai bahaya wabah penyakit, bencana alam, atau gejolak sosial. Wujud pusaka bermacam-macam. Di Jambi, pusaka berupa keris dan ujung tombak. di Indragiri, berupa payung dan gendang nobat gendang tembaga. Di Sanggau berupa keris, pedang dan gong. Di kota Waringin, berupa pedang-kipas, dua buah singgasana, dan tombak. Di Surakarta dan Yogyakarta, berupa Sawunggaling ayam jantan, banyak wide angsa, kipas, tempat tembakau, tongkat jalan, alat-alat senjata, dan sebagainya. Suatu hal yang menarik adalah bahwa raja-raja juga mempunyai memelihara makhluk-makhluk aneh, misalnya kebo bule kerbau putih, orang kerdil, dan lain-lain. Demikianlah bahasan ringkas kami mengenai konsep kekuasaan pada kerajaan Islam di Indonesia. Semoga tulisan ini ada manfaatnya dan sampai jumpa lagi di lain kesempatan
Sistemkami menemukan 25 jawaban utk pertanyaan TTS konsep kerajaan islam. Kami mengumpulkan soal dan jawaban dari TTS (Teka Teki Silang) populer yang biasa muncul di koran Kompas, Jawa Pos, koran Tempo, dll. Pemegang kekuasaan tertinggi di kerajaan: KINGDOM: Kerajaan (Inggris) SYARIAH: Hukum islam: BURAM: Rancangan; konsep: RATU: Pimpinan
Terangkanmengenai konsep kekuasaan di kerajaan Islam Nusantara - 15419031 Neneng1809 Neneng1809 18.04.2018 IPS Sekolah Menengah Pertama terjawab Terangkan mengenai konsep kekuasaan di kerajaan Islam Nusantara 1 Lihat jawaban Iklan
\n\n\n terangkan mengenai konsep kekuasaan di kerajaan islam nusantara
Muawiyahtelah mengubah model kekuasaan dengan model kerajaan, kepemimpinan diberikan kepada putra mahkota. Dalam bukunya yang berjudul Dinasti Bani Umayyah: Perkembangan Politik, Gerakan Oposisi, Perkembangan Ilmu Pengetahuan, dan Kejatuhan Dinasti, Mohammad Suhaidi memaparkan, dengan berlakunya sistem (monarki) tersebut, orang-orang yang
WilayahKekuasaan. Sepanjang riwayat sejarahnya, baik ketika masih berwujud kerajaan Suku Dayak maupun kesultanan bercorak Islam, pusat pemerintahan Kerajaan/Kesultanan Mempawah telah mengalami beberapa kali perpindahan tempat. Daerah-daerah yang pernah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan/Kesultanan Mempawah tersebut berada di wilayah Mempawah Adapula kaum ulama atau ahli agama yang memang datang ke Nusantara kerajankerajaan islam di Nusantara Di kesempatan kali ini, saya akan berbagi pengetahuan tentang kerajaan-kerajaan Islam yang pe Teoriini menjelaskan bahwa kedatangan Islam ke Nusantara sekitar abad ke 13, melalui kontak para pedagang dan kerajaan Samudera Pasai yang menguasai selat Malaka pada saat itu. Teori ini juga diperkuat dengan penemuan makam Sultan Samudera Pasai, Malik As-Saleh pada tahun 1297 yang bercorak Gujarat. .
  • e6shql1qah.pages.dev/333
  • e6shql1qah.pages.dev/950
  • e6shql1qah.pages.dev/547
  • e6shql1qah.pages.dev/720
  • e6shql1qah.pages.dev/933
  • e6shql1qah.pages.dev/173
  • e6shql1qah.pages.dev/12
  • e6shql1qah.pages.dev/838
  • e6shql1qah.pages.dev/445
  • e6shql1qah.pages.dev/125
  • e6shql1qah.pages.dev/903
  • e6shql1qah.pages.dev/464
  • e6shql1qah.pages.dev/654
  • e6shql1qah.pages.dev/836
  • e6shql1qah.pages.dev/774
  • terangkan mengenai konsep kekuasaan di kerajaan islam nusantara